0

Resume Pendidikan Pancasila

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

NAMA : NUR LAILI VITRIYANAH
NIM    : 10.39090.0020
PRODI : DIII KOMPUTER GRAFIS DAN CETAK (KGC)


PENDAHULUAN
SEBERAPA PENTINGNYA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN BAGI MAHASISWA ?
Pertama
-Thomas Janoski-
Satu pernyataan dari Thomas Janoski bermakna bahwa kewarganegaraan adalah keanggotaan secara pasif dan aktif dari seorang individu dalam sebuah negara-bangsa dengan hak-hak universal tertentu dan kewajiban-kewajiban pada level yang spesifik dari kesetaraan. Namun yang terjadi adalah pemahaman secara tidak penuh terhadap makna kewarganegaran. Konsep ini dilihat semata-mata sebagai status.
Pemahaman secara tidak penuh terhadap makna kewarganegaraan terlihat pada munculnya pernyataan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang mengatakan bahwa“menempatkan pendidikan Pancasila hanya (sebagai) bagian dari pendidikan kewarganegaraan merupakan bentuk pengerdilan Pancasila.” Pandangan serupa diungkapkan oleh Sudijarto, dari Dewan Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, yang mengatakan “Pendidikan Kewarganegaraan tidak akan mampu mentransformasikan nilai-nilai Pancasila. Ini disebabkan silabus pendidikan kewarganegaraan lebih bersifat teori-teori tentang kenegaraan dan hak asasi manusia yang diadopsi dari negara lain”.
Pancasila dibutuhkan sebagai dasar negara yang berfungsi sebagai daya ikat serta dasar pemersatu bangsa dan negara. Pancasila jelas merupakan seperangkat nilai. Nilai tersebut dapat ditemukan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Kedua
Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa merupakan hal yang penting mengingat Indonesia merupakan negara dengan keberagaman suku sehingga Pancasila dibutuhkan terkait dengan integrasi nasional. Rintangan utama pada pembangunan integrasi nasional adalah eksistensi dari etnis atau minoritas kultural dalam sebuah negara yang menolak kecenderungan integrasi. Makna rasa kesukuan bahkan menjadi lebih dramatis dalam masalah-masalah integratif yang timbul di negara-negara dimana masyarakatnya memiliki identitas etnis yang sangat kuat.
Negara menghadapi konflik-konflik internal akibat meningkatnya semangat primordialisme; menyebarnya ideologi etnonasionalisme dan lokalisme yang menguat. Kesetiaan primordial ini sifatnya kolektif terutama dalam penggunaan bahasa dan budaya serta sangat emosional. Tidak perlu ada keberatan terhadap kesetiaan primordial selama ia tidak menghasilkan ketegangan-ketegangan regional dan kultural, dan sepanjang ia tidak bertentangan dengan kesetiaan nasional.
Dalam dinamika pluralisme Indonesia tersebut, kewarganegaraan hadir dalam rangka pemersatu di antara perbedaan yang ada dan untuk meningkatkan rasa nasionalisme terhadap negara Indonesia. Sama halnya dengan Pancasila yang merupakan konsep dari bhinneka tunggal ika.
Ketiga
Dengan konsepsi kewarganegaraan multikultur, pendidikan kewarganegaraan mengenalkan kita pada prinsip keadilan yang memperlakukan semua orang dengan sama. Hal ini ditekankan oleh Thomas Janoski yang menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah sebuah pernyataan dari persamaan hak, dengan hak-hak dan kewajiban yang seimbang dalam batasan-batasan tertentu. Persamaan dalam hal ini mungkin tidak sempurna, tetapi hal tersebut paling memerlukan peningkatan hak-hak minoritas dalam berhadapan dengan elit-elit sosial. Persamaan ini sebagian besar bersifat prosedural, tetapi juga dapat termasuk hal-hal yang substantif. Dengan adanya persamaan, maka prinsip keadilan bagi seluruh kaum termasuk kaum minoritas dijamin dalam kerangka kewarganegaraan multikultural.
Dalam usaha untuk mewujudkan prinsip persamaan, keadilan, dan keterwakilan, teori kewarganegaraan multikultural Kymlicka membedakan hak-hak minoritas bagi kelompok etnis, yaitu hak-hak pemerintahan sendiri, hak-hak polyetnik, dan hak-hak perwakilan khusus. Terkhusus hak-hak polyetnik, dimaksudkan untuk membantu kelompok etnis dan minoritas agama untuk menyatakan kekhasan budayanya dan harga diri tanpa menghalangi keberhasilan mereka dalam lembaga ekonomi dan politik dari masyarakat dominan. Ketiga bentuk kewargaan kelompok yang dibedakan dapat digunakan untuk memberikan perlindungan eksternal. Caranya adalah, setiap bentuk membantu melindungi minoritas dari kekuasaan ekonomi dan politik masyarakat yang lebih luas, walau masing-masing menjawab pada tekanan eksternal yang berbeda dalam cara yang berbeda, yaitu:
1. Hak perwakilan kelompok khusus di dalam lembaga politik masyarakat yang lebih luas menjadikan kecil kemungkinan bahwa minoritas bangsa atau etnis akan diabaikan dalam keputusan yang dibuat berbasiskan seluruh negeri.
2. Hak atas pemerintahan sendiri mengalihkan kekuasaan ke unit politik yang lebih kecil sehingga minoritas bangsa tidak dapat dikalahkan dalam pemilihan atau dalam tawar-menawar oleh mayoritas berkenaan dengan keputusan yang sangat penting bagi kebudayaannya.
3. Hak polietnis melindungi praktik-praktik agama dan budaya yang khas, yang mungkin tidak didukung secara layak melalui pasar atau yang dirugikan oleh perundangan yang ada.
Akomodasi dari perbedaan-perbedaan ini adalah inti dari kesetaraan yang sebenarnya, dan hak-hak khusus kelompok tersebut diperlukan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang ada. Walau hak-hak kelompok yang dibedakan untuk minoritas bangsa mungkin secara sekilas tampak mendiskriminasi, hak-hak itu sebenarnya konsisten dengan prinsip-prinsip mengenai kesetaraan. Jika bukan karena hak-hak kelompok yang dibedakan itu, para anggota kebudayaan minoritas tidak akan mempunyai kemampuan yang sama untuk hidup dan bekerja dalam bahasa dan kebudayaan sendiri yang dianggap lumrah bagi para anggota dari kebudayaan mayoritas.
Intisari
Bahwa di dalam kewarganegaraan juga terdapat nilai-nilai yang ada di dalam Pancasila sehingga dengan menetapkan Pancasila sebagai bagian dari kewarganegaraan tidaklah mengerdilkan Pancasila itu sendiri..
persamaan nilai yang dapat diambil dari substansi antara Pancasila dengan kewarganegaraan, maka dapat dirumuskan menjadi 2 hal yang utama:
1. Seperti halnya kewarganegaraan, Pancasila menghindari otoritarianisme negarara, dan usaha mengembangkan pluralisme sebagai ciri permanen dari kebudayaan yang demokratis di Indonesia. Pancasila tidak membuka ruang bagi penggunaan kekuasaan negara yang bersifat memaksa. Pancasila sebagai konsepsi politis hanya berlaku pada struktur dasar masyarakat dari kehidupan bernegara, sementara keyakinan atau nilai lain yang mungkin ada di luar yang politis sebagaimana berlaku pada asosiasi, atau keluarga atau orang-perorang, tetap dibiarkan hidup dan harus dihormati perkembangannya oleh  negara.
2. Pancasila dapat memperkuat kebebasan, persamaan, dan hak-hak sipil dan politik dasar bagi warga negara yang hidup dalam sebuah negara. Gagasan fundamental Pancasila mengenai kebebasan, hak-hak sipil dan politik dasar yang harus dihormati oleh mayoritas legislatif, seperti hak ikut dalam pemilihan dan berpartisipasi dalam politik, kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan juga perlindungan hukum juga dijamin dalam konsep-konsep kewarganegaraan sehingga poin kedua ini menegaskan bahwa substansi Pancasila dan kewarganegaraan adalah sama namun dalam bahasa yang berbeda.

KEWARGANEGARAAN
Latar Belakang Kewarganegaraan
Setiap warganegara hakekatnya dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya. Untuk itu diperlukan bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang ber­landaskan pada  nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa. Fungsinya adalah sebagai panduan dan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan nilai budaya bangsa menjadi pijakan utama, karena  tujuan pembelajaran ialah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, juga sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan budaya bangsa. 
Pendidikan Kewargaan (civic education) sesungguhnya bukanlah agenda baru di muka bumi. Hanya saja, proses globalisasi yang melanda dunia pada dekade akhir abad 20 telah mendorong munculnya pemikiran baru tentang pendidikan kewarganegaraan di berbagai negara. Di Eropa, Dewan Eropa  telah memprakarsai proyek demokratisasi untuk menopang pengem­bangan kurikulum pendidikan kewarganegaraan. Hal yang sama juga terjadi di Australia, Canada, Jepang dan negara Asia lainnya.
Di Amerika Serikat pendidikan kewarganegaraan diatur dalam kurikulum sosial selama satu tahun, yang pelaksanaannya diserahkan kepada negara-negara bagian. Materi yang diajarkan diarahkan pada :
Bagaimana menjadi warga yang produktif dan sadar akan haknya                   sebagai warga Amerika dan warga dunia.
Nilai-nilai dan prinsip demokrasi konstitusional.
Kemampuan mengambil keputusan selaku warga masyarakat demokratis dan multikultural di tengah dunia yang saling tergantung.
Di Australia, pendidikan kewarganegaraan ditekankan pada discovering democracy, yaitu:
1). Prinsip, proses dan nilai demo­krasi
 2). Proses pemerintahan
 3). Keahlian dan nilai partisipasi aktif  di masyarakat.
Di Negara-negara Asia, Jepang misalnya, materi pendidikan kewarganegaraan ditekankan padaJapanese history, ethics dan philosophy. Di Filipina materi difokuskan pada : Philipino, family planning, taxation and landreform, Philiphine New Constitution dan study of humanity (Kaelan, 2003:2). Hongkong menekankan pada nilai-nilai Cina, keluarga, harmoni sosial, tanggung jawab moral, mesin politik Cina dan lain-lain. Taiwan menitikberatkan pada pengetahuan kewarga­negaraan (disusun berdasar­kan psikologi, ilmu sosial, ekonomi, sosiologi, hukum dan budaya); perilaku moral (kohesi sosial, identitas nasional dan demokrasi); dan menghargai budaya lain. Thailand, berusaha :
Menyiapkan pemuda menjadi warga bangsa dan warga dunia yang baik.
Menghormati orang lain dan ajaran Budha.
Menanamkan nilai-nilai demokrasi dengan raja sebagai kepala negara. Beberapa negara yang lain juga mengembangkan studi sejenis, yang dikenal dengan nama Civic Education.
Dari sini terlihat bahwa secara umum pendidikan kewarganegaraan di negara-negara Asia lebih menekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional dan perspektif inter­nasional, sedangkan Amerika dan Australia lebih difokuskan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu, sistim dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar (Sobirin, 2003:11-12).

Analisis PKn
Bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan saat ini?
Apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan kita?
Apakah pendidikan kewarganegaraan menjadi hanya sekedar formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya?
Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah?

Pertama
ada tiga fenomena penting pasca perang dunia II,yaitu :
Fenomena pertama, saat bangsa-bangsa berfokus kepada nation-building atau pembangunan institusi negara secara politik. Di Indonesia, itu diprakarsai mantan Presiden Soekarno. Pendidikan arahnya untuk nasionalisasi.
Fenomena kedua, terkait dengan tuntutan memakmurkan bangsa yang kemudian mendorong pendidikan sebagai bagian dari market-builder atau penguatan pasar dan ini diprakarsai mantan Presiden Soeharto.
Fenomena ketiga, berhubungan dengan pengembangan peradaban dan kebudayaan. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia sudah menampakkan fenomena tersebut dengan menguatkan pendidikannya untuk mendorong riset, kajian-kajian, dan pengembangan kebudayaan.
Kedua
Sebenarnya banyak hal yang didapatkan dari pelajaran kewarganegaraan. Yang pertama adalah kita menjadi tahu hak dan kewajiban kita sebagai warga negara yang akhirnya membuat kita jadi mengerti peran dan penempatan diri kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Perlu diketahui bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari. Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya yaitu setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Selain itu dengan mempelajari pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Entah kita sadari atau tidak, dasar negara kita Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadikan kita pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu diharapkan kita memiliki kesadaran dan kemampuan awal dalam usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan ataupun mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka. Itu semua sedikit manfaat yang didapatkan setelah mempelajari pendidikan kewarganegaraan. Tentunya masih banyak lagi manfaat lain yang didapatkan. Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena itu, tidaklah heran kalau kita sudah tidak asing lagi dengan pelajaran kewarganegaraan yang sudah dikenalkan mulai kita duduk di bangku SD sampai perguruan tinggi. Dulu di saat masih sekolah, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dijadikan sebagai satu mata pelajaran yang lebih dikenal dengan PPKn ( Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ). Berbeda halnya dalam bangku kuliah yang keduanya lebih dibahas secara mendalam dan dijadikan dua mata kuliah yang berbeda. Namun tentunya antara satu dan yang lainnya tetap berhubungan erat.
Jika kita menilik sejarah ke belakang, ternyata pendidikan kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata menyimpang dari impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu.
Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penaindaklanjutan. Dalam hal ini yang ingin saya tekankan adalah perlu adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah pendidikan kewarganegaraan itu sendiri.
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu, buta….Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa pendidikan kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan kita. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan.

Dalam pembelajaran kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol?
Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD kita sudah diajarkan apa yang harus kita lakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu ( pengamalan yang salah ). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadiakan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, saya percaya bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan sejak dulu

Bentuk Pendidikan Kewarganegaraan apa yang perlu diajarkan pada Mahasiswa?
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.
Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain. Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita. Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.
Salah satu rektor sebuah universitas menyatakan, “tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan yang semuanya bersumber pada Pancasila.”
Penerapan PPK (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
Pancasila dan UUD1945 merupakan bagian dari pondasi utama dari berdirinya Indonesia sebagai suatu negara. Ingatkah Anda bahwa dalam sejarah Indonesia, salah satu hal penting yang di kerjakan oleh para pendiri negara sebagai bagian dari persiapan kemerdekaan Indonesia adalah membentuk dasar negara dan Undang-Undang Dasar. Tidak mungkin suatu negara dapat berdiri dan bergerak maju tanpa memiliki dasar negara (Pancasila) dan UUD. Sebab keduanya menjadi pedoman yang memberi arah dan tujuan yang hendak diraih melalui pengelolaan negara. Jadi, siapapun yang memegang kekuasaan negara tidak boleh menyimpang dari amanat rakyat, dasar negara, dan UUD.
Sebagai penganut ideologi terbuka, Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh berubah, namun pelaksanaannya harus kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang akan kita hadapi dalam setiap kurun waktu. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa maupun rakyatnya sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideoogi dalam menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun ideologi kalau tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang baik, maka ideologi itu hanya menjadi angan-angan belaka.
Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Hal ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intrinsikyang kebenarannya dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Nilai-nilai Pancasila, merupakan kebenaran bagi bangsa indonesia karena telah teruji dalam sejarah dan dipersepsi sebagai nilai-nilai subjektif yang menjadi sumber kekuatan dan pedoman hidup seirama dengan proses adanya bangsa Indonesia yang dipengaruhi oleh dimensi waktu dan ruang. Nilai-nilai tersebut tampil sebagai norma dan moral kehidupan yang ditempa dan dimatangkan oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia untuk membentuk dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila itu menjadi sumber inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
PPK kita dapat belajar mengenai rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia dan dapan mengamalkan nilai-nilai yang ada pada Pancasila di kehidupan sehari-hari. Dan itu juga diperkuat dengan adanya salah satu landasan Pancasila yaitu pada landasan yuridis yang menyebutkan tentang sisdiknas “sistem pendidikan nasional” isi kurikulum yang terdapat dalam setiap jalur dan jenjang pendidikan harus memuat pendidikan kewarganegaran, pendidikan Pancasila, pendidikan Agama terdapat dalam SK Dirjen No. 265/Ditkti/Kep/2000 “setiap mahasiswa program Diploma dan Sarjana wajib mengikuti pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah umum”. Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 9 ayat (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Isi Pendidikan Pancasila&Kewarganegaraan  :
1.Mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional berbasis Pancasila.
2.Mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negara akan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh–sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupannya sehari–hari.
4.Membuahkan sikap mental  yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik.  Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai falsafah bangsa
Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
5. Mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa serta menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani berdasarkan Pancasila.
6.Mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “ sepert imemerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.
Hakikat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia.
Kompetensi mata kuliah Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi, agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan kebijakan  publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).
Pendidikan Pancasila&Kewarganegaraan mengajarkan :
Seseorang menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab. Karena kewarganegaraan itu tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan partisipatif. Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus memepelajarinya, agar kita bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan.
Warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan mandiri.
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita tidak akan mudah terpengaruh secara langsung budaya yang bukan berasal dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di negara kita.
Karakter nasionalisme seperti itu sudah terbukti dapat mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia walau ditekan oleh kekuatan asing, menjadi dasar semangat bangsa Indonesia dalam berjuang dan bahkan bisa mengantarkan bangsa Indonesia mencapai cita-citanya, yaitu kemerdekaan. Nasionalisme amatlah penting kalau bangsa kita mau bertahan. Tiga poin penting yang menjadi ciri khas nasionalisme para pendiri bangsa. Pertama, nasinalisme mereka adalah nasinalisme yang didasari oleh rasa sukarela dan tulus. Kedua nasionalisme mereka adalah nasionalisme yang berorientasi pada nilai. Bersatu bukanlah suatu tujuan melainkan sarana. Tujuan utama mereka amatlah luhur yaitu keutamaan manusiawi. Ketiga nasionalisme para nasionalis itu adalah nasionalisme yang dewasa. Manifestasi dari ciri ini adalah sikap mereka yang tidak meremehkan harkat dan martabat bangsa lain. Generasi muda pada umumnya sudah mulai anti terhadap nasionalisme. Salah satu usaha dalam rangka itu adalah maraknya pendapat-pendapat bahwa sosialisasi nasionalisme melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila harus ditiadakan. Padahal sikap batin yang telah terwujud itu merupakan suatu refleksi dan rangkuman pengalaman historis Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan dan pancasila hingga kini masih sebatas hafalan, dan belum tercermin dalam kehidupan nyata.


Penerapan PPK :
1. Melahirkan warga negara yang memiliki wawasan berbangsa dan bernegara serta nasionalisme yang tinggi.
2. Melahirkan warga negara yang memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai HAM dan Demokrasi, serta berpikir kritis terhadap permasalahannya.
3. melahirkan warga negara yang mampu berpartisipasi dala upaya menghentikan budaya kekerasan, menyelesaikan konflik dalam masyarakat secara damai berdasarkan nilai-nilai pancasila dan nilai-nilai universal, serta menghormati supremasi hukum (rule of law/ rechstaat)
4. Melahirkan warga negara yang mampu memberikan kontribusi terhadap persoalan bangsa dan kebijakan publik
5. Melahirkan warga negara yang memiliki pemahaman internasioanl mengenai “ civil society”
Definisi :

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah sebagai wahana mengembangkan dan melestarikan nilai luhur,moral dan berbudi pekerti yang berakar pada budaya bangsa Indonesia

PENDIDIKAN PANCASILA
Pancasila sebagai Pendidikan Nilai Moral
1.   Batasan – batasan nilai moral
Pendidikan nilai moral berkaitan erat dengan kebaikan, yang ada dalam sesuatu objek – subjek. Boleh jadi sesuatu objek – subjek itu baik tetapi tidak bernilai bagi seseorang  dalam suatu konteks peristwa tertentu.
Nilai – nilai universal berlaku bagi selurh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi mansia, adapula nilai – nilai particular hanya berlaku bagi sekelompok manusia tertentu, misalnya “nilai sebuah tutur kata”.
Nilai – nilai abadi berlaku kapanpun dan dimanapun seperti kebebasan beragama, yang berarti bahwa semua manusia bebas dari pasksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok sosial atau sesuatu kekuatan manusiawi, sehingga tak seorangpun boleh dipaksakan untuk bertindak bertentangan sengan imannya.
2.  Pandangan Masyrakat Tentang Nilai/Moral
Dalam suatu masyrakat yang majemuk dan berkembang terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Sehingga seringkali terjadi kerancuan dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang sesungguhnya (the alse sense of normally). Sehingga kerap terjadi berbagai kelompok, golongan, dan bangsa “menginjak – injak nilai” yang mestinya dihormati dengan dalih yang “indah- indah”.
            Sebaliknya, tidak jarang pula orang menuntut hak dan kebebasan pribadinya yang terlampau tinggi. Sehingga mengganggu hak asasi orang lain, kebebasan orang lain, sehingga terjadi konfliks yang tidak jarang mendatangkan “mala petaka” seperti yang sering terjadi diberbagai daerah di tanah air akhir-akhir ini.
3.   Makna Pendidikan Moral
Makna “pendidikan moral” adalah bertujuan membantu peserta didik untuk mengenali nilai – nilai dan menempatkannya secara integral dalam kontekskeseluruhan hidupnya. Pendidikan semacam ini semakin penting dan menempati posisi sentral karna tingkat kadar persatuan dan kesatuan terutama yang berkaitan dengan kesadaran akan nilai – nilai dalam masyrakat akhir – akhir ini cenderung semakin “pudar”.
Sesungguhnya pendidikan nilai itu adalah pemanusiaan manusia. Manusia hanya “menjadi manusia” bila ia berbudi luhur., berkehendak baik serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi , dan kehendaknya secara jujur baik dikeluarga, dimasyarakat – Negara, dan di lingkungan dimana ia berada.
Ada gejala bahwa pendidikan dalam pengajaran ditekaknkan segera untuk memperoleh keterampilan. Keterampilan memang bermanfaat untuk jangka pendek, tetapi melupakan pembinaan sikap sebagai manifestasi pendidikan moral yang justru diperlukan bagi pembinaan hidupnya. Akibatnya peserta didik berlomba –lomba berlatih dalam bidang tertentu demi sukses pribadi tanpa memikirkan efek samping dan akibat yang ditimbullkannya.

Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila
1. landasan etimologis
Secara etimologis pancasila berasal dari bahasa sansakerta yang ditulis dalam dewanagari. Makna dari pancaila ada dua, pertama panca artinya lima dan syila (i pendek) artinya batu sendi jadi pancasila berarti berbatu sendi yang lima. Kedua panca artinya lima syiila (huruf I panjang) perbuatan yang senonoh atau normative. Pancasyiila berarti 5 perbuatan yang senonoh atau normative perilaku yang sesuai dengan norma kesusilaan
2.Landasan historis
Secara historis, pancasila dikenal secara tertulis oleh Bangsa Indonesia sejak abad ke-14. Pada zaman Majapahit, yang tertulis pada dua buku, yaitu Sutasoma dan Negarakertagama.
- Buku Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular tercantum dalam Pancasyilla Krama yang merupakan 5 pedoman, yaitu:
a) tidak melakukan kekerasan
b)tidak boleh mencuri
c)tidak boleh dengki
d)tidak boleh berbohong
e)tidak boleh mabuk (minum minuman keras)
- Buku Negarakertagama ditulis oleh Empu Prapanca tercantum pada Sarga 53. Bait kedua sebagai berikut :
“Yatnang Gegwani Pancasyilla Kertasangkara Bhiseka Karma”
- Selama berabad-abad Bangsa Indonesia tidak mendengar lagi kata Pancasila. Baru pada tanggal 1 Juni 1945, pada rapat BPUPKI I yang berlangsung mulai 29 Mei-1 Juni 1945, kata Pancasila digemakan kembali oleh Bung Karno untuk memenuhi permintaan ketua BPUPKI yaitu Dr. Rajiman Widyodiningrat mengenai dasar negara Indonesia Merdeka. Pancasila disampaikan Bung Karno sebagai berikut :
1) Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme
2) Internasionalisme atau perikemanusiaan
3) Mufakat atau demokrasi
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan yang berkebudayaan
Pancasila menurut Bung karno dapat diperas menjadi trisila, yaitu sila pertama dan kedua menjadi sosio nasionalisme. Sila ketiga dan keempat menjadi sosio demokrasi dan ketuhanan. Trisila masih bisa diperas menjadi ekasila, yaitu gotong royong.
- Pancasila rumusan Bung karno dikaji anggota panitia lainnya dan dirumuskan kembali pada tanggal 22 Juni 1945 yang dikenal sebagai piagam Jakarta oleh Muhamad Yamin disebut Jakarta Charter. Sila-sila Pancasila dalam Piagam Jakarta :
1) Ketuhanan dengan kewajiban dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2) Peri kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Piagam Jakarta ini dirumuskan oleh 9 orang.
Pada waktu diundangkan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, rumusan Pancasila berbeda dengan yang tercantum pada Piagam Jakarta. Rumusan tersebut menjadi sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawartan perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan pemerintahan maupun bentuk negara, tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Sifat konsistensi mempertahankan Pancasila mencerminkan kesadaran dari Bangsa Indonesia akan pentingnya Pancasila sebagai norma dasar bagi kokohnya NKRI.
3. Landasan Yuridis
Secara yuridis, butir-butir Pancasila tercantum pada :
1) Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.
2) TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998 : Pancasila sebagai dasar negara harus konsisten dalam kehidupan bernegara.
3) TAP MPR RI No.IV/MPR/1999, Bangsa Indonesia tetap berlandaskan Pancasila.
4. Landasan Kultural
Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai budaya Bangsa Indonesia tercermin dari keyakinan akan kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa dan kehidupan budaya berbagai suku Bangsa Indonesia yang saat ini masih terpelihara, seperti : Setiap upacara selalu memohon perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, gotong royong, azas musyawarah mufakat. 

0

Resume UAS Bahasa Indonesia


TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH

A.     KUTIPAN
Kutipan adalah Pinjaman pendapat dari seseorang, baik yang berupa tulisan dalam buku, majalah, surat khabar, jurnal, ataupun bentuk tulisan yang lainnya, maupun dalam bentuk lesan, seperti hasil pidato dan sebagainya.

Fungsi :
Landasan teori
• Penguat pendapat penulis
• Penjelas suatu uraian
• Bahan bukti untuk menunjang uraian 

Ada 2 cara mengutip yaitu:
1.      Kutipan langsung
adalah mengutip pendapat/buah pikiran orang lain seperti aslinya.
a. Kurang dari 40 kata
Merupakan bagian dari teks dan ditulis diantara tanda kutip (“…..”) dengan diikuti nama pengarang, tahun dan halaman.
b. Lebih dari 40 kata
Ditulis terpisah dari teks yg mendahului dan dimulai pada ketukan ke 6 dari tepi kiri dengan spasi tunggal.
2.      Kutipan tidak langsung
• Mengutip pendapat/buah pikiran orang lain dengan bahasa penulis sendiri
Dalam kutipan ini telah terjadi perubahan bahasa dari aslinya dan diutarakan dengan gaya bahasa penulis.
• Untuk menunjukkan bahwa naskah tersebut kutipan, diikuti dengan nama pengarang dan tahun.
 
B.     DAFTAR RUJUKAN/REFERENSI
Merupakan daftar acuan/daftar rujukan yang dirujuk oleh penulis dalam karya tulis ilmiahnya. Salah satu bagian dari sikap ilmiah, serta membutuhkan kecermatan & ketelitian dalam penulisannya.

Format Vancouver
Menggunakan cara penomoran (pemberian angka) yang berurutan untuk menunjukkan rujukan pustaka (sitasi).
Dalam daftar pustaka, pemunculan sumber rujukan dilakukan secara berurut menggunakan nomor sesuai kemunculannya sebagai sitasi dalam naskah tulisan.
Sistem ini beserta variasinya banyak digunakan di bidang kedokteran dan kesehatan.

Format Harvard 
Sistem Harvard menggunakan nama penulis dan tahun publikasi dengan urutan pemunculan berdasarkan nama penulis secara alfabetis. Publikasi dari penulis yang sama dan dalam tahun yang sama ditulis dengan cara menambahkan huruf a, b, atau c dan seterusnya tepat di belakang tahun publikasi (baik penulisan dalam daftar pustaka maupun sitasi dalam naskah tulisan). Alamat Internet ditulis menggunakan huruf miring.

Aturan dalam membuat daftar rujukan
Urutan penulisan rujukan adalah: nama pengarang, tahun, judul, kota terbit, penerbit.
Penulisan pengarang diawali nama keluarga
Urutan penulisan dipisahkan dengan sparator dengan titik (.) atau koma (,).
Judul ditulis huruf miring (italic) atau garis bawah (underline)
Pada daftar rujukan, rujukan ditulis urut abjad nama pengarang
Jarak antar rujukan 2 spasi, sedang antar baris dalam 1 rujukan 1 spasiJarak antar rujukan 2 spasi, sedang antar baris dalam 1 rujukan 1 spasi

Contoh daftar referensi :
Berupa Buku
Abruzzie, A. (1956). Work, Workers and Work Measurement. New York: Columbia   University Press.
Adler, A. (1924). Individual Psychology. New York.: Harcourt Brace and World Inc.,

Berupa Jurnal, Buletin, Majalah, Prosiding, dan Penerbitan Berkala
Dwirianti, D. (2005). Penggunaan Biji Moringa Oleifera Lam dan Membran Mikro Filtrasi sebagai Alternatif 
            Pengolahan Lindi, Jurnal Kimia Lingkungan 7 (1):7-12.

Berupa Surat Kabar
Ampera (Jakarta), 21 April 1964.
Berita Yudha (Semarang), 30 Djuni 1966.
Jakarta Times, July 1967-June, 1968.

Silas, J. (1992). “Hendak Kemana Ruman Susun Indonesia ?”. Surabaya Post, 31 Juli, hal.6.
Sjahrir, A. (1993). “Prospek Ekonomi Indonesia”, Jawa Pos (Surabaya). 22 Maret, hal 7.

Berupa TA, Thesis atau Disertasi
Dwirianti,D. (2002). Membrane Bioreactor for High-Sulphur Wastewater Treatment. Unpublished Thesis. 
            Postgraduate Programme. Universiti Teknologi Malaysia.

Editor/penyunting sebagai “pengarang” dan terjemahan
Von Hallberg, R., editor .(1984). Conons, University of Chicago Press, Chicago.
Dick, H.W. (1990). Industri pelayaran Indonesia : Kompetisi dan Regulasi, Diterjemahkan oleh Burhanuddin A. 
            Jakarta: LP3ES.

Pengaturan dan Publikasi Departemen/Badan
_______. (1991). Governement Wage and Employment Policy : A Parallel Market in Labor. In M.Rooemer and 
            C. Jones (eds.) Markets in Developing Countries, ICS Press, San Fransisco, 75-87.

Internet
 Perkin, A.H. (2002) Air Pollution, San Fransisco . www.airpollution.com. (accessed 25 September 2005)


C.     Membuat tabel, grafik dan gambar
Tabel
Sederhana dan dipusatkan pada satu ide pokok
Jika lebih dari setengah halaman, ditempatkan pada halaman tersendiri
Diberi identitas (nomor dan nama) di atas tabel
Nomor tabel ditulis dengan angka arab
Jika tabel lebih dari satu halaman, kepala tabel harus
diulang pada halaman selanjutnya

Grafik dan Gambar
Sederhana dan dipusatkan pada satu ide pokok.
Jika lebih dari setengah halaman, ditempatkan pada halaman tersendiri.
Diberi identitas (nomor dan nama) di bawah grafik/gambar.
Nomor grafik/gambar ditulis dengan angka arab.
Jika grafik/gambar lebih dari satu halalaman, kepala grafik/gambar harus diulang pada halaman selanjutnya.


Tema, Topik, Judul Tulisan dan Kerangka Karangan
Tema
Tema merupakan amanat yang akan disampaikan oleh penulis.
Bisa berupa tema pendek dan tema panjang
Tema pendek : berbentuk kata/frasa
Misalnya :
- Cinta
- Kesenjangan sosial
Tema panjang : berbentuk kata/frasa
• Tema kegiatan yaitu rumusan pemikiran pelaksanaan satu kegiatan yang dijadikan pegangan pokok dalam menjabarkan suatu event.

Topik
Topik adalah pokok pembkicaraan/pokok permasalahan.
Bersifat lebih khusus/konkret karena padadasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari tema.
Ciri-ciri topik :
- Bersifat umum dan belum terurai
- Harus sesuatu yang nyata/tidak boleh abstrak

Contoh Tema dan Topik :
- Topik : Emansipasi Wanita
- Tujuan :
•  Kedudukan dan kesempatan bagi wanita untuk mengembangkan eksistensi belum sepenuhnya terbuka lebar.
•  Perlakuan yang tidak layak dari seorang suami kepada istrinya merupakan pelecehan terhadap martabat wanita.

Judul
Merupakan penjabaran/perincian dari topik.
Bersifat lebih spesifik dan telahmengandung permasalahan yang lebih jelas atau lebih terarah.
Syarat-syarat judul yang baik :
- Harus relevan/bertalian dengan tema
- Harus “provokatif”/menarik
- Harus singkat


Kerangka Karangan
Merupakan rencana teratur tentangpembagian dan penyusunan gagasan.
Berfungsi untuk mengarahkan.
Dibentuk dengan menggunakan sistem tanda atau kode tertentu.
Macam kerangka karangan :
o   Kerangka topik
-    Terdiri atas kata, frasa, dan klausa.
-    Tidak memerlukan tanda akhir titik karena tidak memerlukan kalimat lengkap.
o   Kerangka kalimat
-    Unsur-unsurnya berupa kalimat lengkap
-    Bersifat resmi
-    Memerlukan tanda akhir titik
•  Pola Punyusunan Kerangka Karangan
o   Pola Alamiah > berdimensi ruang dan waktu
-    Urutan ruang > pola penguraian yg menggambarkankeadaan suatu ruang.
-    Urutan waktu > berdasarkan urutankejadian/kronologis
o   Pola Logis
-    Klimaks - antiklimaks
-    Sebab - akibat
-    Pemecahan masalah
-    Umum - khusus


CATATAN KAKI
1. Fungsi
Menunjukkan sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang terdapat dalam tulisan ilmiah. 
2. Pemakaian
Mendukung keabsahan penemuan atau pernyataan
Referensi silang, yaitu petunjuk yang menyatakan pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas di dalam tulisan
3. Penomoran
Menggunakan angka arab (1,2, dan seterusnya) di bagian belakang yang diberi catatan kaki dan ditulis dengan teknik superscripts.
4. Penempatan
• Langsung di belakang bagian yang diberi catatan kaki.
Yang umum adalah meletakkan di bagian bawah halaman atau pada akhir bab.

Ibid
Singkatan dari Ibidum = sama dengan diatas.
Ibid dipakai apabila kutipan diambil dari sumber yang sama dengan yang langsung mendahului (tidak disela oleh sumber lain), meskipun antara kedua kutipan itu terdapat beberapa halaman.
Ibid tanpa nomor halaman dipakai bila bahan yang dikutip diambil dari nomor halaman yang sama.
Jika bahan yang diambil (dikutip) dari nomor halaman yang berbeda, maka digunakan ibid dengan nomor halamannya. Ibid tidak boleh dipergunakan bilamana diantara dua sumber terdapat sumber lain, dan dalam hal ini dipakai op.cit. atau loc.cit.

Contoh Ibid :
22. Kuntjoro Purbopranoto, 1978, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan administrasi Negara. Cet. II, Alumni, Bandung, h.86.
23. Ibid. (berarti dikutip dari buku di atas dengan halaman yang sama).
24. Ibid, h. 90. (berarti halamannya berbeda)
op.cit
Singkatan dari opere citati = karya yang telah dikutip.
Dipakai untuk menunjuk kepada sumber yang telah disebut sebelumnya dengan lengkap tetapi telah diselingi oleh sumber lain. Pemakaian op.cit harus diikuti nomor halaman yang berbeda.
Kalau dari seorang penulis telah disebut dua macam buku atau lebih, maka untuk menghindarkan kekeliruan harus dijelaskan buku mana yang dimaksudkan dengan mencantumkan nama penulis diikuti angka romawi besar (I, II, III, IV, ……….dst) pada “footnote” sesudah tahun penerbitan di antara dua tanda kurung.

Contoh op. cit
18. Sudargo Gautama, 1973, Hukum Agraria Antar Golongan Alumni Bandung, (selanjutnya disingkat Sudargo Gautama I), h. 131.
19. Sudargo Gautama, 1973, Masalah Agraria. Berikut Peraturan-peraturan dan Contoh contoh. Cet ke II Alumni Bandung, (selanjutnya disingkat Sudargo Gautama II), h. 98.
20. Sudigdo Harjo Sudarmo, 1970, Masalah Tanah di Indonesia, Suatu Studi Di sekitar Pelaksanaan Land Reform, Di Jawa dan Madura. Bhatara, Jakarta, h. 54.
21. Sudargo Gautama I, op.cit, h. 139.


Op.cit > yang dikuti adalah dari karya Sudargo Gautama dalam “footnote” nomor 18 (bukan 19).
Ketentuan ini juga berlaku dalam pemakaian loc.cit. Bilamana mengutip dari seorang pengarang yang menulis dua buku atau lebih.


loc.cit
Singkatan dari loco citati = tempat yang telah dikutip.
Dipergunakan kalau menunjuk kepada halaman yang sama dari suatu sumber yang telah disebut sebelumnya dengan lengkap, tetapi diselingi oleh sumber lain.
Nomor halaman tidak dicantumkan dalam penggunaan loc.cit, oleh karena nomor halaman itu dengan sendirinya sama dengan nomor halaman dalam karya yang disebut sebelumnya.
Contoh loc.cit :
26. E. Utrecht, 1960, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Cet. IV, Iktiar, Jakarta, h.176.
20. Sudigdo Harjo Sudarmo, 1970, Masalah Tanah di Indonesia, Suatu Studi Di sekitar Pelaksanaan Land Reform, Di Jawa dan Madura. Bhatara, Jakarta, h. 54.
27. E. Utrecht, loc.cit. 
 
Copyright © box of the world